20 Okt 2014

ANALISA : Antusiasme Penonton Yang (Masih) Belum Tinggi


Secara kasat mata saja kita bisa melihat, jumlah penonton PPSM Magelang di laga kandang musim ini tak banyak. Tujuh kali menggelar pertandingan kandang, belum pernah sekalipun stadion (setidaknya terlihat) penuh. Padahal stadion yang penuh dengan penonton artinya pemasukan dari tiket masuk akan banyak. Imbasnya jelas, langsung pada keuangan klub. Minimal klub bisa mendapatkan dana segar untuk mencukupi kebutuhan dan menunaikan kewajiban mereka. Karena tak dapat dipungkiri, pemasukan dari tiket memang menjadi salah satu sumber dana bagi keuangan sebuah klub sepakbola profesional.

Maka, jika pada kenyataannya krisis finansial sampai melanda PPSM, jelas erat kaitannya dengan pemasukan tiket yang tak optimal. Meski begitu, faktor ini bukanlah satu-satunya yang membuat keuangan klub menjadi seret. Faktor lain yang punya pengaruh sama kuatnya dengan tiket, seperti halnya sponsorship juga berandil besar memperparah neraca keuangan klub. Namun masalah pemasukan tiket ini memang seperti memiliki ‘kekuatan’ tersendiri. Dimana ada faktor saling-terkait yang menguntungkan bagi tim secara langsung. Yaitu semakin tingginya pemasukan tiket, semakin tinggi pula jumlah kehadiran penonton, yang akhirnya semakin besar gelombang dukungan untuk tim yang sedang bertanding di lapangan.

                                  


Untuk musim ini sendiri, ada tujuh laga kandang yang dijalani skuad Macan Tidar. Dimana dari ketujuh laga tersebut, tak ada satu pun dihadiri sampai 10.000 orang. Laga melawan PSIS, Persitema dan Persis jadi tiga tertinggi dalam hal kehadiran penonton. Namun saat menjamu PSIS dan Persis, tim lawan didampingi pendukungnya yang datang ke Magelang dalam jumlah besar. Jadi bisa dibilang, angka 7600 dan 3500 tak murni milik pendukung Macan Tidar. Sehingga, laga kedua melawan Persitema lah yang layak didaulat sebagai laga paling ramai yang dihadiri pendukung PPSM. Jumlah suporter Persitema yang memang datang sore itu mungkin masih jauh dibanding pendukung tuan rumah yang menyaksikan langsung laga kandang perdana tim kesayangannya. Jadi angka 5000, apalagi dengan hujan yang mengguyur sejak pertandingan belum berlangsung, adalah ukuran antusiasme paling tinggi musim ini. Lalu empat pertandingan lain, hanya mentok di angka 2000, tak lebih. Bila dikalkulasi, artinya hanya ada sekitar 23.150 penonton yang hadir dalam semusim. Maka, rata-rata setiap pertandingan hanya dihadiri 3300-an penonton. Bahkan tak sampai setengah kapasitas stadion.

Fenomena diatas jelas tak baik bagi perkembangan klub. Perbaikan adalah wajib hukumnya jika tak ingin terjerumus ke lubang yang sama di masa mendatang. Lagi pula, siapa juga yang ingin rutin melihat timnya terlilit krisis keuangan sampai hampir terdegradasi. Karena semua pasti sepakat jika harus menjadikan peristiwa kemarin yang terakhir kali, dan tak kan ada krisis serupa lagi melanda klub. Well, jika ingin adanya perbaikan maka sudah seharusnya ada hal yang dibenahi. Karena jika boleh sedikit berprasangka, sudah pasti ada yang kurang (jika tak ingin dianggap salah) dalam penyelenggaraan pertandingan kandang musim ini.

Berdasarkan pengamatan sederhana, terdapat beberapa hal yang bisa dianggap mengurangi atau bahkan menghambat antusiasme penonton datang ke stadion. Misalnya kenaikan harga tiket yang terjadi musim ini. Tengok saja, akibat kenaikan harga ini, tiket termurah (tribun timur) dipatok mencapai Rp 20.000,-. Jelas beberapa kalangan menyuarakan keberatannya dengan harga tiket setinggi ini, kalangan anak sekolah misalnya. Oke, mungkin ada alasan kuat dibalik kebijakan ini. Namun alangkah lebih bijaknya jika kenaikan harga tiket dibarengi dengan opsi lain, semisal potongan harga bagi pelajar dengan menunjukkan Kartu Pelajar-nya. Sehingga klub tak perlu sampai kehilangan potential income dari surutnya kehadiran penonton seusia pelajar. Sebab tak bisa dipungkiri, mereka lah penghuni setia tribun tanpa atap dan jumlah mereka tak bisa dianggap sedikit.

Contoh lain, soal promosi pertandingan. Mungkin memasang spanduk dan baliho di beberapa titik jalan serta mengumumkan pertandingan melalui media sosial bisa dibilang sudah cukup. Tapi jika pada perkembangannya ternyata penonton sepi, apa salahnya jika promosi lebih intens dilakukan. Misalnya mengirim mobil dengan pengeras suara untuk berkeliling kota sambil mempromosikan pertandingan. Atau mempromosikannya melalui space iklan di radio, meski beberapa radio sudah melakukannya, tapi semakin banyak radio menyuarakan hal senada malah semakin baik bukan. Ada juga cara yang lebih low-cost seperti memasang pamflet pertandingan di banyak tempat seperti warung-warung, sekolah-sekolah, kantor-kantor atau bahkan sampai ke kampung-kampung. Intinya, tujuan utamanya adalah membuat sebanyak mungkin orang tahu. Karena semakin banyak orang tahu, kemungkinan besar semakin banyak juga orang yang datang.

Namun jika ingin cara yang nyata-nyata lebih ampuh dan tepat mendatangkan banyak penonton, maka klub dituntut bekerja jauh lebih keras untuk opsi ini. Ya, berdasar pengalaman yang sudah-sudah, ada dua cara jitu untuk membuat tribun dipenuhi dengan penonton: pemain bintang dan performa baik tim. Di belahan dunia mana pun sepertinya dua hal ini memang populer untuk membuat minat penonton datang ke stadion melonjak tinggi. Pun yang akan terjadi jika diterapkan disini. Ikhwal pemain bintang, jika PPSM berani mengambil pemain yang tenar atau punya nama di blantika sepakbola nasional, bukan tak mungkin peningkatan jumlah penonton akan terjadi. Buktinya ada di dua musim lalu, ketika Timnas Indonesia mampir berujicoba di Magelang. Kala itu Timnas yang diisi pemain-pemain macam Irfan Bachdim dan Kim Kurniawan berhasil membuat Stadion Madya penuh sesak dengan penonton. Meski pemain itu bukan bermain untuk PPSM, namun dari sini bisa dilihat jika minat masyarakat Magelang terhadap pemain berlabel bintang cukuplah tinggi. Tapi yang perlu dicatat, tak akan sedikit uang yang harus digelontorkan klub untuk mendatangkan pemain macam itu. Jadi, jika dalam keadaan finansial yang sedang terpuruk, sepertinya akan sulit opsi ini terealisasi. Meskipun bukan tidak mungkin jika klub bisa saja melakukan hal ini, dengan sedikit spekulasi mungkin.

Lalu untuk masalah performa tim, faktor satu ini jelas sudah terbukti ampuh meningkatkan antusiasme penonton. Meski akhirnya pada akhir musim tak ada tropi mampir buah performa bagus tersebut, namun jika tim bermain penuh spartan dan menampilkan permainan atraktif serta hasil yang tak melulu kalah, gairah penonton otomatis langsung meningkat. Lihat apa yang terjadi pada periode 2009-2011. Dua musim terakhir di Stadion Abu Bakrin itu, fanatisme dan kecintaan suporter pada Macan Tidar sedang tinggi-tingginya. Padahal dua musim itu PPSM tak berhasil menghadirkan tropi bagi para fans. Jangankan juara, lolos ke babak berikutnya pun tidak, bahkan selalu finish di posisi tiga terbawah babak penyisihan grup. Tapi siapa yang menyangsikan euforia penonton di setiap laga kandang saat itu. Stadion selalu penuh, tak jarang membludak, jalanan kota dipadati arus kedatangan suporter ke stadion, dan fenomena-fenomena lain yang cukup membuktikan jika fans membutuhkan pembuktian performa untuk membangkitkan kembali antusiasme mereka. Ya, sesimpel itu. Karena pada dasarnya, kebanyakan penonton tak tahan dengan performa buruk timnya, meski masih ada juga yang tetap setia pada tim kesayangannya dalam kondisi apapun.

Yang pasti, mengembalikan antusiasme penonton dan membuat stadion kembali ramai bukanlah tugas klub saja. Semua elemen termasuk suporter punya tanggung jawab untuk hal satu ini. Apalagi untuk masalah penonton ini muaranya adalah menyehatkan kembali keuangan klub. Jadi sudah seharusnya semua elemen bersinergi untuk membantu klub. Karena klub jelas tak bisa bergerak sendiri untuk melakukan hal yang bukan mustahil ini. 

6 komentar:

  1. Dan saya akan tetap menjadi seorang pendukung PPSM yg hanya kenal kata loyalitas, tak peduli di kasta manapun PPSM beraksi,karena hanya PPSM lah yg kami punya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salut. Karena PPSM butuh dukungan baik disaat berjaya maupun saat terpuruk. Jadi jangan pernah sudahi semangatmu mas.

      Hapus
  2. Analisa yg bagus dan masuk akal. Namun tak bisa dipungkiri juga bahwa saling menjatuhkan satu sama lain (antar supprter) juga mjd faktor yg ikut mempengaruhi sepinya stadion.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih mas. hanya mencoba menganalisa dengan data yang saya punya. Sebelumnya sayup-sayup saya pernah dengar kabar itu. Tapi belum tahu bagaimana yang sebenarnya terjadi

      Hapus
    2. Hehe.. Sampean yg lbh tau mas kayaknya.. Maju trs utk blog nya. Smoga bisa jd sumber informasi yg akurat atau tempat diskusi bagi suporter ppsm.. :)

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus