19 Nov 2014

SEJARAH : Kisah PPSM di Kejurnas PSSI 1975

Kejurnas PSSI adalah nama kompetisi sepakbola tanah air di era Perserikatan. Untuk bisa ambil bagian, klub-klub anggota Perserikatan harus melalui semacam babak kualifikasi di tingkat daerah (zona). Lalu yang terbaik dari setiap zona barulah berhak mengikuti Kejurnas PSSI tingkat nasional. Hampir setiap tahun kompetisi ini bergulir (sempat tidak diselenggarakan pada periode 1943-1951).

Pada tahun 1975, menginjak edisinya yang ke-14 (terhitung sejak 1951). Kejurnas PSSI 1975 tingkat nasional digelar mulai tanggal 18 Oktober hingga 8 November 1975. Tentu sebelumnya didahului dengan kompetisi di tingkat daerah yang kemungkinan sudah mulai dilakukan di tahun sebelumnya. Total sebanyak 18 klub melaju ke tingkat nasional, termasuk PPSM Magelang.


Ya, setelah menunggu lama, akhirnya PPSM bisa kembali ke putaran nasional. Karena sejak Kejurnas PSSI digelar kembali pada tahun 1951, kabarnya PPSM selalu gagal mencapai putaran nasional. Namun tak ada data lebih jelas bagaimana PPSM bisa tembus ke tingkat nasional, termasuk data tentang lawan dan skor pertandingan.


Kejurnas PSSI 1975 terlebih dahulu dimulai dari babak penyisihan grup, 18 klub dibagi dalam empat pool berbeda. PPSM tergabung di Pool C bersama Persipal Palu, Persebaya Surabaya, PSBS Biak dan PSL Langkat. Stadion Menteng Jakarta ditunjuk jadi venue pertandingan pool ini.

Catatan :
1. Dua tim posisi teratas lolos ke babak perempat final
2. Penghitungan poin, Menang = 2 ; Imbang = 1 ; Kalah = 0

PPSM mengawali turnamen dengan kurang baik. Dihajar PSL Langkat dengan skor telak, 0-7. Lalu dua hari kemudian, tepatnya tanggal 20 Oktober 1975, dihantam Persipal Palu dengan skor lebih telak, 1-10. Tapi ternyata, hasil buruk di dua laga awal masih berlanjut di dua laga sisa. Di pertandingan ketiga, PSBS Biak delapan kali membobol gawang tanpa sekali pun dapat balasan. Lalu Persebaya Surabaya jadi penutup perjuangan PPSM musim itu setelah (juga) menghajar dengan skor lumayan telak, 0-4. PPSM jadi juru kunci tanpa meraih sebiji poin pun dan mengemas angka kebobolan yang sangat tinggi. PPSM gagal ke perempat final.

Catatan :
1. Dua tim posisi teratas setiap pool lolos ke babak perempat final
2. Penghitungan poin, Menang = 2 ; Imbang = 1 ; Kalah = 0
Catatan :
1. Dua tim posisi teratas setiap pool lolos ke babak perempat final
2. Penghitungan poin, Menang = 2 ; Imbang = 1 ; Kalah = 0

Tapi kompetisi masih berlanjut. Dua tim teratas setiap pool berhak melaju ke perempat final. Fase ini juga mengelompokkan delapan tim tersisa ke dalam dua pool. Seperti sebelumnya, dua tim teratas berhak maju ke semifinal.




Babak semifinal yang digelar pada 5 dan 6 November 1975 menyajikan PSMS Medan yang bersua Persipura Jayapura dan Persija Jakarta yang berhadapan dengan Persebaya Surabaya. Skor 2-0 masing-masing untuk kemenangan PSMS Medan dan Persija Jakarta cukuplah untuk mengantarkan mereka ke partai puncak di Stadion Utama Senayan. Namun partai final yang mempertemukan Persija dan PSMS ini tak bisa dituntaskan hingga 90 menit. Kericuhan antar pemain serta pembangkangan terhadap wasit membuat laga hanya berjalan sampai menit ke-40. Cerita berlanjut dengan keputusan PSSI menetapkan Persija Jakarta dan PSMS Medan sebagai juara bersama. Sebuah drama final yang kesohor hingga saat ini.

Kembali ke PPSM. Kisah 1975 itu harus terhenti di babak penyisihan grup. Dengan torehan angka kebobolan yang cukup untuk membuat kita bergeleng-geleng. Total 29 kali kebobolan dengan hanya mencetak satu gol dari empat pertandingan dijalani. Tanpa berpikir panjang pun anggapan buruk pasti akan mengarah pada hasil ini. Tapi tunggu dulu, ada baiknya jika kita menganalisa hasil tadi dengan pemikiran yang lebih terbuka. Menilai hasil dengan menyadari bahwa kondisi saat itu pasti berbeda dengan sekarang. Ya, angka-angka tadi (29 kali kebobolan dan hanya sekali mencetak gol di empat pertandingan) mungkin akan sangat memalukan di zaman sekarang. Namun entah dengan empat dasawarsa silam. Bahkan tak ada data terungkap soal kekuatan tim PPSM saat itu. Lalu bagaimana juga soal perimbangan kekuatan antara PPSM dan lawan-lawannya? Akan sangat wajar jika lawan-lawan yang dihadapi memiliki skuad yang jauh lebih kuat dibanding PPSM. Lalu pertanyaan lain, apakah skor telak macam 5-0, atau 7-0 jamak terjadi di zaman itu? Karena setelah dicermati, ditemukan skor-skor telak semacam itu yang melibatkan klub lain. Lagi-lagi akan sangat wajar jika misal skor telak memang banyak terjadi, entah faktor perimbangan kekuatan tadi atau karena faktor lain. Yang pasti kita benar-benar belum tahu pasti kondisi saat itu. So, akan lebih bijak bila kita sedikit ber-positive thinking atas pencapaian PPSM musim 1975 ini. Alasannya karena itu tadi, kita bahkan tak tahu persis bagaimana kondisi yang ada musim itu.

Namun lebih dari itu, kisah 1975 ini adalah bagian dari sejarah klub kebanggaan kita. Baik buruknya kita tak bisa memilih, masa lalu yang menurunkannya pada kita. Tapi dari sejarah kita bisa banyak belajar. Termasuk bagaimana sebaiknya kita melangkah ke masa depan.

Dan untuk kisah 1975 ini, minimal kita mendapat sedikit bahan perenungan. Karena fakta menunjukkan, sejak musim itu, PPSM tak pernah lagi bisa kembali ke kasta tertinggi kompetisi sepakbola nasional. Ya, sudah 39 tahun lamanya. Bahkan sampai format kompetisi telah berganti berulang kali. Akan lebih baik kiranya jika perenungan tadi berhasil menggugah semangat kita. Semangat untuk membuat PPSM lebih baik. Semangat untuk membawa Sang Macan Tidar kembali ke level teratas. Sehingga kita bisa bersama-sama menyudahi penantian hampir empat dasawarsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar